Minggu, 14 Agustus 2011
Kemerdekaan, Jalan Menuju Tuhan
Dahulu penjajahan dilakukan dengan cara fisik, dihadapan sebuah senapan panjang nenek moyang kita dipaksa untuk kehilangan haknya dalam berkehendak bebas karena dirampas oleh keserakahan penjajah. Pemaksaan adalah kata kunci dari penjajahan, setiap kehendak yang dilakukan tanpa didasari pada keinginan individual berarti dilakukan dalam kondisi terjajah. Karena itu kebebasan berarti melakukan sesuatu tanpa adanya pemaksaan.
Namun apakah kekuatan otot satu-satunya alat pemaksa untuk merampas kemerdekaan seorang anak manusia? Tidak juga, karena ternyata penjajahan juga dilakukan melalui ide atau pemikiran dan inilah bentuk penjajahan yang paling berbahaya. ketika seseorang dipaksa untuk mengira pensil sebagai buku dan buku sebagai pensil berarti ia telah terjajah, namun ia tetap mengiranya begitu meski penjajahnya tidak sedang menodongkan pistol di kepalanya. Artinya, penjajahan ide menimbulkan efek perasaan ikhlas seseorang untuk bertindak atau berpikir sesuai dengan kehendak penjajahnya.
Dahulu Marx menentang suatu ide yang disebut kapitalisme, karena di dalamnya terdapat penjajahan dalam bentuk pemikiran. Kaum buruh yang bekerja pada majikannya pada masa awal kebangkitan industri di Eropa tidak pernah menyadari bahwa mereka kehilangan kehendak bebas atas dirinya sendiri karena pemilik modal, yakni kaum borjuasi kapitalis telah meletakkan sebuah konsep pembagian surplus value di atas sebuah sistem sosial feodal yang telah lama mengakar. Akibatnya, kaum proletar bekerja mati-matian untuk sebuah hasil yang tak mereka nikmati, namun merasa bahwa upah yang diberikan oleh majikan sudah layak bagi kehidupan mereka. Dijajah tapi merasa tidak dijajah, itulah poin utama yang menjadi keunggulan penjajahan ide.
Ketika suatu sistem tatanan sosial, hukum adat, hukum negara, atau hukum agama sekalipun, manakala ia memiliki sifat hegemoni terhadap tiap individu yang bernaung di dalamnya. Maka sudah bisa dipastikan bahwa sistem tersebut juga merupakan penjajahan dalam bentuk ide yang sistemik. Ketika suatu tradisi masyarakat memaksakan suatu kehendak yang bertentangan dengan keinginan personal maka hal tersebut berarti hak kebebasan berkehendak individu telah ditiadakan. Padahal kemerdekaan individu adalah syarat mutlak menuju kebenaran yang hakiki.
Tanpa adanya kebebasan berkehendak, setiap orang akan melakukan suatu tindakan yang tidak dapat ditanggungjawabinya, begitulah bunyi salah satu doktrin dalam ranah hukum. Penjajahan yang membelenggu kebebasan tidak pernah membiarkan tiap individu dalam statusnya yang mandiri. Oleh karena itu, tidak ada konsekuensi hukuman bagi individu yang melakukan suatu tindakan tanpa didasari kehendak bebas.
Aku sendiri percaya bahwa Tuhan telah memberikan setiap manusia yang terlahir ke dunia ini melalui kuasanya, suatu hak kebebasan. Seperti halnya Jhon Locke, aku percaya bahwa kebebasan itu tak boleh dirampas dari dan oleh siapapun (makhluk). Bagiku, kemerdekaan berpikir dan bertindak adalah jalan menuju kebenaran, jalan menuju-Nya. Bukankah surga dan neraka diciptakan sebagai konsekuensi atas tindakan dan perilaku manusia di dunia? Tentu saja tindakan dan perilaku yang dimaksud adalah yang didasari pada kehendak bebas manusia. Mustahil kita diciptakan untuk suatu skenario tindakan yang sudah ditentukan oleh Sang Pencipta, jika begitu adanya maka surga dan neraka tidak akan ada lagi artinya.
Kita terlahir sebagai manusia bebas yang berkehendak sesuai dengan apa yang kita inginkan. Doktrin agama, sistem tatanan sosial, hukum negara, dan hati nurani bertugas sebagai penuntunnya. Tugas kita adalah berpikir dengan rasional dan mengikuti penuntun yang ada lalu memilih jalan yang menurut kita benar, barulah disini Tuhan memiliki alasan untuk menghukum atau mengganjar perbuatan kita di hari penghakiman.
Pertanyaannya, apakah dengan kebebasan yang kita miliki di dunia, Tuhan tak memiliki kuasa atas diri kita? Tidak! Aku mengatakan bahwa Tuhan memberikan kita kebebasan, bukan berarti Tuhan kehilangan kuasa atas diri kita. Karena hakikatnya, kata memberikan bermakna superlatif yang tingkatnya lebih tinggi ketimbang kata diberi. Aku adalah orang yang tetap berkeyakinan bahwa Ia adalah Tuhan yang berkehendak dan aktif, memiliki kuasa dan Maha Tahu, bukan seperti tuhannya orang “intelligence design,” bukan pula seperti tuhannya orang agnostic yang hanya menciptakan dunia dan seiisinya lalu membiarkan manusia berkuasa penuh atas kehendaknya sendiri yang berarti menempatkan tuhan hanya sebagai pencipta yang tak memiliki kuasa atas ciptaannya.
Bagiku Ia adalah Tuhan Maha Kuasa. Bahkan Ia menciptakan buku yang menuliskan sejarah perjalanan kehidupan dari awal sampai akhir. Ia Maha Tahu, seorang hamba akan masuk ke syurga atau neraka-Nya. Tapi Ia memberikan manusia jalan untuk dipilih, yang berarti manusia diberikannya hak kebebasan berkehendak atas pilihan-pilihannya di dunia. Sehingga alasan untuk mengikuti apa yang tertulis di buku sejarah kehidupan memiliki alasan yang pantas untuk terpenuhi.
Langganan:
Postingan (Atom)