Banyak hal telah terjadi belakangan ini, media-media di seantero tanah air terus-menerus memberitakan kasus korupsi yang melibatkan salah satu kader partai politik yang sedang berkuasa nyaris tanpa henti setiap hari. Berbagai pengakuan diungkap dan mengejutkan banyak orang, meski belum terbukti kebenarannya. Pemberitaan yang gencar ternyata diikuti dengan pertarungan statement oleh kalangan internal partai itu sendiri, membuka tabir friksi yang selama ini tak banyak diketahui publik dan mulai menjadi tontonan menarik bagi masyarakat.
Para penikmat sinetron dan film drama pun sepertinya mulai beralih dari tontonan konvensional ke drama politik yang sepertinya lebih asyik. Production house beberapa sinetron pun merugi karena tayangan mereka mengalami penurunan rating. Para artis dan bintang sinetron pun mulai komplain karena job mereka berkurang akibat munculnya para selebritis baru yang mestinya tidak menyerobot lahan mengais nafkah di jagat selebritas. Begitulah kegaduhan yang terjadi belakangan di seantero negeri.
Kehidupanku sendiri belakangan ini juga tak jauh dari hal-hal yang menarik. Tentu saja selain ujian-ujian yang menyebalkan, dan kondisi sakit yang kuderita beberapa waktu yang lalu. Aku sendiri, menjadi seorang penonton di tengah sebuah situasi konflik internal yang entah bagaimana belum pernah terjadi sebelumnya dan kini menjadi semacam serial TV bersambung yang menyuguhkan kejutan-kejutan baru pada setiap episodenya.
Tidak terlalu jelas memang kenapa situasi ini terjadi. Meski sejak dulu aku sudah menyadari, ada sebuah gunung merapi aktif yang terus mengancam akan meletus, tapi aku tak menyangka letusannya akan sebesar ini. Apa yang ku maksud dengan situasi di sini adalah kemelut yang tengah terjadi di organisasi Islam dan himpunan alumninya pada almamater SMA-ku.
Tulisan ini tidak akan membahas panjang lebar tentang konflik yang terjadi. Yang jelas, kelihatannya api masih belum bisa padam dan mungkin akan semakin membesar di sana. Meski aku menyadari konflik adalah suatu jalan menuju perubahan, tapi sejujurnya aku tak menyukai prosesnya yang begitu pelik dan beraroma sentimen.
Yang jelas posisiku saat ini tidak mendukung kedua kubu namun tidak juga bersikap netral. Lalu kepada siapa aku memihak? … Tentu saja pada kebenaran. Terlalu muluk? Sebenarnya tidak juga. Ketika aku melihat ada ketimpangan pada organisasi dan orang-orang mulai meng-kritik ketimpangan tersebut, maka aku akan mendukung usaha mereka. Tetapi ketika aku melihat nilai-nilai kesopanan dan nilai kemanusiaan mulai tercerabut pada diri mereka, maka aku akan berlepas diri dari mereka. Bagiku hitam tetaplah hitam, putih tetaplah putih, yang salah adalah salah dan yang benar adalah benar.
Apapun yang terjadi dan konsekuensi apapun yang akan kuterima dikemudian hari, aku akan tetap memegang prinsipku ini dalam situasi sepelik apapun yang mungkin akan terjadi di masa yang akan datang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar