Pagi ini kubangun seperti biasa, memaksa raga tuk memulai hari, tak lupa kurebahkan jiwa tuk penuhi kewajibannya ketika sang fajar belum mewujud diri. Hari ini tlah kutekadkan diri tuk maknai pikir, "sperti biasa... perkuliahan pagi," pikirku.
Topik menarik apa kali ini? Positivisme? terlalu biasa... Post-marxist? Hmm... Wah ternyata sebuah fakta sejarah! Fakta bahwa bangsa ini telah mengalami ditorsi yang luar biasa, fakta bahwa kita tak menyadari bias.
Saat ini orang-orang terus bicara soal mana yang benar dan mana yang salah, seolah-olah mereka menjadi manusia yang paling mengerti makna dari kedua hal tersebut. Seakan ini hanyalah soal adanya penyakit flu burung yang sedang mewabah dan dorongan untuk terus mengupayakan vaksinasi penawarnya!
"NKRI dan Aceh Merdeka," kata dosenku, "hanyalah soal siapa yang paling hegemonik dalam menguasai wacana."
Selama ini kita memang tak pernah mengerti mengapa mereka mengangkat senjata dan buku-buku sejarah SMP dan SMA membantu kita untuk terus tak paham, bahkan untuk fungsi itulah buku-buku itu dibuat.
Kata pengkhianat, pemberontak, pengacau liar, separatis, sampai teroris adalah mantra ampuhnya. Dengan argumentasi yang cukup meyakinkan seekor kambing sekalipun dapat dilabeli sebagai bos penjahat terbesar di dunia. "Hei! Kalau begitu kita ini cuma bicara tentang penguasa dengan hegemonic discourse keparatnya itu?"
Lalu mengapa setiap hari harus ada jiwa-jiwa yang melayang dihadapan eksekutor "bom jihad" atau selongsong meriam hanya karena ambisi ideologi? Sungguh kemanusiaan telah tercerabut dari akarnya dan orang-orang telah bersorak-sorai merayakan kematian manusia dibelahan dunia lainnya. Lalu sampai kapan kita mau mengerti? Betapa lingkaran setan ini akan terus menerus menjadi teror bagi anak cucu kita kelak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar