Kamis, 08 Maret 2012

12.30


Aku menuruni sejumlah anak tangga di sebuah lorong berdinding triplek. Ukuran lorong sempit ini tak lebih dari 2 meter persegi, jika ada seseorang berpas-pas-an dari arah sebaliknya pasti harus berhimpitan, untungnya hal itu jarang terjadi di sini. Setelah melewati persimpangan ruangan tepat di bawah lorong anak tangga, aku menuju ke sebelah kanan, kemudian berbelok ke sebelah kanan lagi. Lorong-lorong ini seperti labirin, karena dinding-dindingnya begitu rapat dan ruangnya kecil, tapi entah mengapa juga terasa begitu efisien.

Sebuah pintu kaca di hadapanku terbuka saat tangan kananku mendorong gagangnya, seketika angin sepoi dari luar menerpa mukaku. Langit tampak begitu biru hari ini, horizon nyaris tanpa awan, membuat panas matahari seolah tak terbendung menyengat udara siang di kota Medan. Pendingin udara di dalam gedung benar-benar membuat tubuhku harus beradaptasi dengan udara di luar yang panas, huff... benar-benar gerah. 

Aku pun melesat bersama motorku, meninggalkan gedung kursus komputer Tricom yang beberapa bulan terakhir menjadi tempatku belajar. Paket satu tahun adalah program yang kupilih. Setidaknya waktu yang dahulu terisi oleh jadwal padat organisasi bisa tergantikan oleh kegiatan yang positif saat aku mulai tak lagi aktif pada organisasi-organisasi yang dulu kugeluti. Yah, tentu saja selain motivasi untuk menambah skill dan mendapat sertifikat tentunya. 

Namun, aku harus pintar membagi waktu, khusunya dalam menentukan jadwal kuliah yang kuambil. Biasanya, mahasiswa semester akhir tak pernah punya banyak pilihan untuk menentukan jadwal kuliahnya, tapi agak berbeda dengan mahasiswa yang punya track record nilai pas-pasan sepertiku. Ada banyak pilihan jadwal untuk banyak matakuliah yang harus aku ulang :P Tak jarang aku harus bolak-balik antara kampus dan tempat kursus dalam sehari. Untunya jarak keduanya hanya terpaut beberapa blok saja.

Beberapa mobil angkutan umum di depan memaksaku untuk menginjak rem. Jalan Iskandar Muda tempat motorku melaju ini sering kali macet oleh karena ruas jalan yang tidak lebar, sejumlah pengendara yang memarkirkan kendaraannya di badan jalan, ditambah ulah sejumlah sopir angkutan umum yang kerap berhenti di tengah jalan untuk memasukkan atau menurunkan penumpang. “Bahkan di siang hari seperti ini, apa mereka tak sadar kalau pengendara motor yang satu ini sudah kepanasan karena terik matahari? Mereka malah berhenti di tengah jalan seenaknya,” pikirku menggerutu meski sadar apa yang kuharapkan  mustahil terwujud.

Aku mengangkat tangan kiri ke hadapan mukaku untuk melihat waktu yang tertera pada jam tangan yang kukenakan.  Akhir-akhir ini aku memutuskan untuk memakai jam tangan, karena saat berkendaraan tidak perlu merogoh kantong celana untuk melihat jam yang tertera di handphone. Tentu saja selain alasan penampilan pastinya. 

Jam tangan ini sudah 4 tahun kubeli, tapi baru sekarang aku rajin mengenakannya. Masih ingat dalam benakku bagaimana dulu saatku menemukannya di kawasan pasar Pecinaan di Kuala Lumpur, Juni 2008. Saat itu sebenarnya aku sama sekali tak beniat untuk membeli jam tangan, aku hanya menemani teman yang ingin berburu pakaian murah sekaligus jalan-jalan santai. Ada satu peristiwa yang sampai sekarang masih kuingat di malam saat aku membeli jam tangan ini. Sungguh peristiwa yang kalau diingat-ingat selalu membuat galau.

Lain kali aku akan menceritakannya. Yang jelas jam di tanganku sudah menunjukkan pukul 12.30 WIB itu artinya aku harus bergegas menuju kampus karena ada mata kuliah 3 SKS yang harus kuikuti. Bahkan sebelum menuju kesana, secara resmi aku sudah terlambat 10 menit. Ayo tancap gaaasss!!!...

Recent Post