Selasa, 16 April 2013

Survei Global MY WORLD Untuk Dunia yang Lebih Baik

Pernahkah suatu kali Anda berdiam diri dan memikirkan tentang bagaimana masa depan dunia ?
Sebagai seorang pemuda yang masih berusia 20 tahunan, suatu kali saya pernah memikirkannya. Mungkin 20 atau 40 tahun dari sekarang, saat saya berada pada puncak kematangan usia, hingga menuju hari-hari menjelang senja kehidupan. Ketika itu saya akan memiliki sebuah keluarga, membesarkan anak-anak dan melihat mereka tumbuh dewasa. Membayangkan, bagaimana hidup berdampingan dengan warga dunia lainnya dengan tenang, aman, dan sejahtera. Namun, apakah semuanya akan berjalan sebagaimana harapan ?

Sekarang mari kita bercermin dengan kondisi dunia hari ini. Jumlah populasi semakin bertambah, sedangkan lahan pertanian dan akses air bersih yang sehat semakin berkurang karena iklim yang semakin tak bersahabat serta eksploitasi alam yang berlebihan. Anggaran pendidikan dan kesehatan kian terbatas, kesempatan kerja cenderung menurun, kesetaraan gender dalam akses pendidikan masih timpang, dan penegakkan HAM jauh dari kepastian. Membengkaknya angka kematian ibu dan jumlah penyakit menular, semua itu masih terjadi hari ini dan terus mengancam umat manusia di masa yang akan datang.Tanpa antisipasi yang benar, maka sebagian besar populasi akan terjebak dalam kondisi yang serupa pada tahun 2030.

Lantas, sebagai warga dunia yang kelak akan mewarisi masa depan dengan beban semua kondisi yang terjadi hari ini, apakah kita tidak tergerak untuk menyampaikan kegelisahan ini ?

Perserikatan Bangsa-Bangsa, melalui United Nation Development Program (UNDP) kembali menyusun rumusan tentang bagaimana pembangunan masa depan dicanangkan. Setelah batas waktu Tujuan Pembangunan Milenium (MDG) berakhir pada tahun 2015, diperlukan suatu kesepakatan baru tentang apa-apa saja yang akan menjadi prioritas pembangunan yang akan menjadi fokus kebijakan para pemimpin negara-negara dunia di masa yang akan datang.


Untuk menjaring aspirasi dari elemen masyarakat sipil, PBB menyelenggarakan survei yang bisa diakses melalui situs http://www.myworld2015.org/

Melalui survei tersebut Anda bisa memilih 6 hal prioritas yang menjadi kerangka kerja dalam program pembangunan dunia di masa depan. Hingga saat ini, hasil sementara menunjukkan kesempatan kerja yang lebih baik dan kualitas pendidikan yang baik menjadi pilihan mayoritas responden.


Lalu, bagaimana dengan Anda sendiri, menurut Anda manakah 6 hal yang menjadi prioritas utama untuk diwujudkan sebagai kerangka kerja pembangunan dunia pasca 2015 ? Berpatisipasilah dalam survei tersebut sebagai wujud kepedulian Anda pada masa depan umat manusia dan kehidupan dunia yang lebih baik.





Sabtu, 13 April 2013

Golput Sebagai Gerakan Moral, Masihkah Relevan ?



Iklim demokrasi yang saat ini tengah dinikmati oleh bangsa Indonesia telah menyebabkan pemilihan umum dilakukan hampir setiap waktu. Mulai dari Pemilihan presiden, gubernur, wali kota, anggota dewan perwakilan tingkat pusat maupun daerah, sampai pemilihan kepala desa sekalipun dilakukan melalui sistem pemungutan suara, -one man, one vote.-


Namun, fenomena yang terjadi saat ini -khususnya setelah reformasi,- menunjukkan rendahnya partisipas warga masyarakat dalam menggunakan hak pilihnya.  Alasan yang mengemuka bisa jadi karena ketidakpedulian terhadap proses demokrasi atau mungkin alasan-alasan ideologis.  Akan tetapi, semua warga negara yang tidak menggunakan hak pilihnya disebut golput, -singkatan dari golongan putih,- sebuah sebutan yang pertama kali dicetuskan oleh Arief Budiman menjelang pemilu 1971 sebagai bentuk boikot terhadap pemerintahan orde baru.

Sebagian warga yang golput disebabkan karena faktor minimnya pengetahuan tentang demokrasi dan pemahaman tentang pentingnya memilih sebagai sarana kontrol terhadap pemerintahan, namun sebagian lainnya yang berasal dari kalangan kelas menengah terdidik, biasanya golput karena alasan-alasan prinsipil seperti kekecewaan terhadap pemimpin yang dihasilkan melalui proses pemilu, menganggap tidak ada calon yang layak, sampai ada pula yang menganggap sistem politik sebagai biang persoalan, karena itu pemilu dianggap sebagai sebuah kesia-sia-an. Alasan lainnya, golput meningkat bisa jadi karena faktor kejenuhan masyarakat, disebabkan pada era reformasi ini pemilu lebih sering dilakukan ketimbang era orde baru.

Akan tetapi, sebagian masyarakat masih menganggap golput sebagai gerakan moral yang menjadi sarana perjuangan untuk mendobrak kebobrokan pemerintahan yang selama ini berjalan. Menjelang pemilu, biasanya ada segelintir elemen masyarakat, baik yang tergabung melalui suatu lembaga maupun secara individual yang mengkampanyekan isu golput sebagai boikot terhadap penyelenggara negara yang dianggap khianat terhadap amanat rakyat. Lantas, masih patutkah golput dianggap sebagai gerakan moral di alam demokrasi saat ini ? Bukankah keterwakilan rakyat pada sistem politik yang ada telah nyata-nyata menjadi penentu arah kebijakan pemerintahan ?

Menilik sejarahnya, golput yang dicetuskan oleh Arief Budiman pada 1971 memiliki alasan yang kuat. Sebagai salah seorang aktivis pendorong perubahan yang juga turut andil mendukung orde baru, Arief melihat pemerintahan orba mulai keluar dari jalurnya. Arief yang awalnya mendukung orba karena ingin menegakkan demokrasi di Indonesia justru dikecewakan dengan sistem politik di bawah kepemimpinan Jenderal Soeharto yang mencoba melanggengkan kekuasaan dan dominasinya melalui militer. Meskipun rezim orba mengadakan pemilihan umum, akan tetapi dominasi kekuasaan yang dikendalikan oleh militer dan golkar ketika itu tetap tidak mungkin dilawan. Akibatnya, sistem cenderung totaliter dan minim kontrol terhadap kekuasaan. Melihat tidak ada cara lain untuk melawan, Arief dan sejumlah rekannya mengadakan kampanye golput.

Yang pasti, gerakan golput sejak awal dicanangkannya tidak pernah bermaksud untuk meraih suatu justifikasi politik yang hendak meng-ilegitimasi-kan pemerintahan hasil pemilu. Sejak awal gerakan ini sadar, bahwa tidak ada pengaruh apapun yang bisa dicapai dengan aksi golput. Sebab, pemerintahan hasil pemilu tetap tak kehilangan kekuasaannya sedikit pun, walau rakyat yang memilihnya berjumlah lebih sedikit ketimbang yang tidak memilihnya. Karena itu gerakan ini hanya bersifat moral yang hendak memberikan pesan kepada penguasa kala itu, bahwa negara di bawah sistem politik autokrasi yang penuh dengan pemasungan kebebasan sipil dan pembungkaman aspirasi rakyat telah membuat rakyat muak dan tidak lagi percaya.

Akan tetapi jika dikaitkan dengan konteks hari ini, gerakan golput sudah tidak memiliki alasan apapun untuk dibenarkan sebagai sebuah gerakan moral. Mengapa ? Tentu saja karena sistem otoritarian sudah lama tidak lagi eksis di negeri ini. Dalam konteks hari ini, kebobrokan pemimpin-pemimpin yang dihasilkan melalui sistem politik adalah juga merupakan kesalahan rakyat yang memilihnya. Persoalannya, tidaklah mungkin kita menggerakkan orang-orang untuk golput sementara para pemimpin korup yang berkuasa hari ini hanya mungkin kita jungkilkan melalui proses pemilu.

Jika kita hendak mengganti orang-orang yang kita tahu selama ini menjadi persoalan pada bangsa ini, maka sudah sepatutnya secara moral kita ikut berpartisipasi dalam sistem yang ada dan ikut mengontrol mereka-mereka yang duduk di lembaga legislatif dan eksekutif. Golput, hanya akan membuat kita teralienasi dalam proses pengambilan kebijakan, serta tak memberi solusi apapun bagi bangsa ini. Jika kita melihat persoalan ada pada partai politik yang hari ini mewarnai kontestasi pemilu, maka kita juga ikut bertanggungjawab untuk mengontrol dan memperbaiki mereka, bukan justru memboikot dan menuntut pembubaran mereka. Sebab, partai politik merupakan instrumen yang penting untuk menjaring pemimpin dalam sistem negara yang demokratis, dan pada dasarnya parpol adalah milik publik, khususnya konstituen yang memilihnya. Jika boleh dianalogikan, partai hanyalah kendaraan yang ditumpangi oleh manusia, jika kita menilai sopir yang membawanya melaju ke arah yang keliru patutkah mobilnya juga ikut disalahkan ? Ingat, sistem demokrasi adalah satu-satunya sistem yang memberikan ruang bagi koreksi, termasuk kepada sistem itu sendiri.

Sehingga tidaklah berlebihan, jika saya mengatakan bahwa mereka yang mengkampanyekan boikot pemilu dan pembubaran parpol adalah mereka yang suka cara berpikir sederhana (simple minded) tanpa melihat persoalan secara lebih luas dan menilai sesuatu dengan cara yang lebih bijak. Karena itu, sebagai sebuah gerakan moral, dalam konteks demokrasi hari ini, golput tidaklah lagi relevan. Jika kita merasa ada yang keliru, maka kita harus bergerak untuk memperbaikinya, bukan justru menjadi penonton yang hanya siap mempermasalahkan keadaan, tapi tidak memiliki andil apapun dalam menyelesaikan persoalan.

Optimisme !



Pic: http://www.google.com/
Alkisah, suatu ketika hiduplah suatu bangsa yang bernama Indonesia. Tuhan menakdirkannya hidup di wilayah kepulauan yang dikelilingi lautan luas, alamnya subur nan indah, dipenuhi dengan sumber kekayaan yang tak terhingga, bahkan konon tongkat kayu dan batu sekalipun bisa menjadi tanaman. Masyarakatnya majemuk beraneka ragam, tetapi hidup berdampingan dalam kebhinekaan, saling gotong-royong dalam kebersamaan, saling hormat-menghormati dalam perbedaan. Indonesia adalah sepotong surga yang Tuhan ciptakan di atas permukaan bumi untuk menunjukkan kuasa-Nya.

Diantara rakyatnya banyak yang bertanya-tanya, mengapa Indonesia tidak bisa menjadi negara yang maju ? Padahal seluruh prasyarat menjadi negara adikuasa ada pada negeri ini. Selain sumber kekayaan alamnya yang luar biasa, Indonesia juga memiliki potensi sumber daya manusia yang besar, baik dari sisi kuantitas, maupun kualitas. Berulang kali, putra-putri negeri tersebut mendapatkan penghargaan bergengsi di dunia dalam berbagai bidang, dipuji karena keahlian dan kecerdasannya. 

Diantara rakyat negeri itu, ada yang memilih untuk menyalahkan pemerintahnya, karena dianggap gagal mengurus negeri. Sebagian justru menyalahkan masyarakatnya, karena dianggap memiliki budaya tidak disiplin dan kerap berpikir dengan cara yang instan. Sebagian lagi hanya diam karena lebih sibuk mengejar urusan pribadi. Sedangkan, sebagian lainnya terus bekerja meskipun sadar kondisi bangsa belum sesuai dengan harapan.

Yang tidak banyak disadari oleh sebagian besar rakyat negeri tersebut adalah bahwa mereka hidup di zaman dengan kondisi yang lebih baik dari generasi sebelumnya. Sepatutnya mereka bersyukur dengan apa yang telah mereka capai, sembari terus berusaha mewujudkan cita-cita awal dari generasi terdahulu. Mengapa mereka tidak sadar, bagaimana dahulu  para pejuang mereka yang bersusah payah merebut kemerdekaan dengan cucuran keringat, air mata, dan darah ? Betapa sedihnya mereka jika tahu generasi anak-cucu yang mereka perjuangkan untuk hidup dalam kondisi aman dari ancaman penindasan justru berkeluh-kesah dengan kondisinya hari ini.


Pic: http://www.google.com/
Bagaikan sebuah kapal tanker yang hendak berbelok, diperlukan lintasan yang sangat panjang sampai arahnya sesuai dengan tujuan. Akan tetapi dalam prosesnya, orang-orang yang berada di dalamnya bertanya-tanya kepada sang nahkoda, sebenarnya kapal ini sedang berbelok atau tidak ? Sama halnya dengan sebuah bangsa besar yang bernama Indonesia, diperlukan waktu yang lama dan kesabaran yang tak henti-henti untuk sampai pada akhir dari tujuan. Akan tetapi dalam prosesnya, orang-orang yang berada di dalamnya bertanya-tanya, apa benar bangsa ini bergerak maju sesuai dengan arah tujuannya ? 

Semua pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam proses menuju tujuan adalah hal yang wajar dan naluriah, karena orang-orang mulai kehabisan kesabaran sedangkan tujuan seolah masih sangat jauh dari jangkauan. Tetapi tanpa disadari kemampuan manusia beradaptasi dengan kondisi jauh lebih cepat dari perubahan itu sendiri, akibatnya, bangsa Indonesia tidak sadar bahwa sesungguhnya mereka sedang bergerak maju. Yang mereka perlukan hanyalah kesabaran, keteguhan hati, dan optimisme.

Indonesia, ketahuilah bahwa Tuhan yang Maha Adil tidak meninggalkan bangsamu luput dari perhatian-Nya. Ia hanya menguji kesabaranmu dan usahamu, hingga akhirnya Ia berkehendak untuk menjadikanmu sebagai bangsa yang besar, kelak saat tiba masanya.
Pic: http://www.google.com/
 

Recent Post