Kamis, 28 Agustus 2014

Adil?

Baik Wealth of Nation milik Adam Smith atau Das Kapital-nya Karl Marx sama-sama bicara tentang satu hal, yakni makna dari kata "adil". Satu hal bisa dideskripsikan dalam dua bentuk penggambaran yang berbeda, bahkan saling berseberangan, semua tergantung pada perspektif.

Pertentangan adalah hukum alam, kulminasi-nya adalah kompromi, hasilnya adalah solusi moderat. Dan begitu pun seterusnya, pertentangan tak berhenti karena akan selalu muncul pendapat reaksioner sebagai oposisi status quo. Tesis-antitesis-sintesis.

Perdebatan antara negara dan pasar akan selalu berkutat pada soal pemberian keleluasaan pada pasar berhadapan secara terbalik dengan kewenangan yang besar pada negara. Semuanya didasari atas asumsi bahwa sistem dibentuk demi memungkinkannya suatu kondisi yang kita sebut dengan kestimbangan equilibrium, dimana semua hal berjalan normal dan baik-baik saja.

Kalangan liberalis percaya pasar akan menemukan titik equilibrium dengan sendirinya melalui apa yang mereka sebut sebagai "invisible hand." Sedangkan sosialis menganggap perlu intervensi pasar guna berlangsungnya distribusi kesejahteraan yang relatif merata. Lantas, manakah yang benar? Sejarah mencatat baik kiri maupun kanan akan bernilai benar ketika momentumnya tiba.

Saat kecendrungan menuntut keterbukaan regulasi dalam ekspansi kapital dan kebutuhan akan iklim perdagangan yang fair maka kalangan liberalis menang. Tetapi ketika pasar tumbang karena gagal bayar kredit misalnya, bahkan negara super kapitalis sekalipun akan menempuh praktik tak lazim sperti bail out. Meskipun alur diskursus pertentangan masih mengemuka pada era ini, ada kecendrungan kita semakin beranjak ke jalan tengah, meninggalkan dua kutub ekstrim yang saling berlawanan.

Sabtu, 23 Agustus 2014

Rencana-Nya Pasti Indah

Seorang anak sedang bermain di lantai saat ibunya tengah menyulam sehelai kain. Dari bawah sang anak melihat ke atas dan bertanya apa yang sedang ibunya lakukan. Ibunya memberitahu bahwa ia sedang menyulam sesuatu di atas sebuah kain. Tetapi sang anak bingung karena yang dilihatnya dari bawah hanyalah sulaman benang yang ruwet acak-acakan. Sang ibu tersenyum dan mengatakan dengan lembut, "anakku, lanjutkanlah permainanmu, sementara ibu menyelesaikan sulaman ini; nanti setelah selesai, kamu akan kupanggil dan kududukkan di atas pangkuan ibu, sehingga kamu dapat melihat sulaman ini dari atas."
Si anak pun kembali melanjutkan permainannya.


Tak berselang waktu, sang bunda memanggil anaknya, "anakku, mari kesini dan duduklah di pangkuan ibu." Dan seketika si anak melihat hasil sulaman sang bunda, ia hampir-hampir tak percaya karena yang terpampang di depannya adalah sulaman berbentuk bunga-bunga yang indah, dengan latar belakang pemandangan matahari yang sedang  terbit, sungguh indah sekali. Ia benar-benar heran, karena dari bawah yang ia lihat hanyalah benang-benang yang ruwet dan tak beraturan. Kemudian sang ibu berkata,"anakku, dari bawah memang nampak ruwet dan kacau, tetapi engkau tidak menyadari bahwa di atas kain ini sudah ada gambar yang direncanakan, sebuah pola, ibu hanya mengikutinya. Sekarang, dengan melihatnya dari atas kamu dapat melihat keindahan dari apa yang ibu lakukan bukan?"

Sering kali dalam perjalanan kehidupan ini kita tidak mengerti mengapa banyak hal yang tak bisa kita pahami bisa menimpa diri kita. Sering kita hendak bertanya kepada-Nya, "ya Allah, apa yang sebenarnya sedang Engkau lakukan? Mengapa nampaknya kehidupan ini begitu ruwet tak berkesudahan? Mengapa Engkau menggunakan banyak benang-benang berwarna hitam dan bukannya yang berwarna cerah saja saat menyulam kehidupanku?

Ketahuilah bahwa Allah akan menjawab, "Wahai hambaku, kau teruskanlah pekerjaanmu di bumi, dan Aku juga akan menyelesaikan pekerjaanku dari atas sini. Kelak, suatu hari nanti Aku akan memanggilmu ke syurga dan mendudukkanmu di atas pangkuanku sehingga kau akan melihat rencanaku yang indah dari sisiku."

Recent Post