Pada suatu
masa dunia Islam pernah berada pada titik nadir. Pada era dimana konflik
internal merebak dan para penguasa saling berebut kuasa. Sementara kekuatan
Eropa di Barat dan Mongol di timur seolah tengah bersatu, merangsek setapak
demi setapak tanah kaum Muslimin, Pada era tersebut, Allah mengirimkan seorang pria yang
dilahirkan dengan satu misi besar, yakni menghentikan laju ekspansi Bangsa
Mongol, sekali dan untuk selamanya. Pria itu bernama Saifuddin Qutuz, ia adalah Sultan
dari sebuah ordo militer para budak yang dikenal selama berabad-abad menjadi
tameng pelindung Kekhalifahan Islam, Kesultanan Mamluk.
Sebelum
berada pada posisinya saat ini, Qutuz juga sempat merasakan kehidupan sebagai
seorang budak. Tentara Mongol mengambilnya saat mereka merebut Kesultanan Khawarizmi, membawanya mengarungi Syiria sebelum akhirnya seorang bernama Aybak
yan g berasal dari Kairo membelinya dan membawanya ke Mesir untuk dididik secara
militer. Konon Qutuz merupakan keturunan langsung dari Sultan Alauddin Muhammad
II, Sultan Negeri Khawarizmi.
Aybak sendiri
diketahui merupakan Sultan Mamluk pertama, ia juga mewarisi darah bangsa Turki
sebagaimana Qutuz. Faktanya, hampir seluruh tentara Mamluk berasal dari Suku
Turki Oghuz yang pada abad 11 M berhasil merebut daratan Anatolia (saat ini
negara Turki) dan mendirikan Kesultanan Seljuk Agung. Kekhalifahan Abbasiyah
memanfaatkan Bangsa Turki yang dikenal sangat tangguh di medan perang saat
mulai membentuk konsep tentara regulernya. Konsep tentara regular ini menggantikan
konsep kesertaan terbuka bagi seluruh muslim untuk ikut berpartisipasi dalam
perang saat khalifah menyerukan jihad seperti tradisi yang dilakukan selama
ini.
Pada Bulan
Februari 1258 M, Mongol berhasil merangsek Baghdad dan meleyapkan setiap yang
bernyawa di pusat peradaban Islam tersebut, termasuk sang Khalifah, Al
Musta’sim. Di bawah komando Hulagu Khan, Cucu dari Jenghis Khan, Baghdad tidak
hanya dikuasai, tetapi juga diluluh-lantakkan. Hulagu memerintahkan untuk
meleyapkan seluruh isi perpustakaan bersejarah, Baitul Hikmah yang menghimpun
karya akumulatif dari para ilmuwan Islam yang dikerjakan selama abad-abad
keemasan Islam.
Kini, Qutuz
dan pasukan Mamluknya tengah berhadapan langsung dengan kekuatan musuh di Medan
pertempuran. Di sebuah padang rumput sebelah utara kota Jerusalem, Ain Jalut,
peristiwa bersejarah yang telah ditakdirkan Allah itu pun terjadi. Sebanyak 12
ribu detasemen Mongol dibantu oleh 500 tentara Sisilia Armenia dan Kontingen
Lokal Kerajaan Georgia berada dalam komando salah satu jenderal paling bengis
Mongol yang ikut menghancurkan Baghdad, Kitbuga. Hulagu Khan tidak menyertai
pasukan ini dikarenakan ia harus kembali sementara ke pusat kekuasaan Mongolia
untuk mengikuti pemilihan Khan Agung pasca wafatnya saudara kandungnya, Mongke
Khan.
Ain Jalut, Palestina |
Qutuz
disertai 20 ribu mamluknya jauh lebih menguasai medan pertempuran, karena
mereka tengah bertempur tepat di tanah kaum Muslimin. Hal ini menjadi faktor
kunci yang mengantarkan kemenangan bagi umat Islam. Dua pasukan bertempur
selama berjam-jam, Jenderal Mamluk, Baibar menggunakan taktik hit-and-run untuk
memprovokasi pasukan Mongol, sementara ia tetap membiarkan sejumlah pasukannya
tetap utuh di balik bukit. Ketika Kitbuga melihat pasukan Mamluk melarikan diri
ke arah perbukitan, ia melakukan kesalahan dengan mengerahkan seluruh
pasukannya, sementara di sana kavaleri Mamluk telah menunggu untuk mengepung
Mongol dari segala penjuru.
Lokasi pertempuran pasukan Mamluk-Mongol |
Hari
itu, 3 September 1260, bertepatan dengan bulan Ramadhan, Sultan Saifuddin Qutuz berhasil memukul mundur invasi terbesar dalam
sejarah umat manusia. Ia berhasil mematahkan mitos invisibilitas Mongol yang
dikenal selalu menang dalam tiap peperangan. Bencana serangan Mongol dipandang
oleh umat Islam kala itu sebagai perwujudan dari hadist Rasulullah SAW tentang
Yajuz dan Majuz yang dikenal dalam eskatologi apokaliptik dalam Islam. Sejak
pertempuran Ain Jalut, Mongol tidak pernah melanjutkan penaklukkan mereka
terhadap negeri-negeri Islam lain yang tersisa, seperti Jazirah Arab, Mesir,
Afrika Utara, dan Andalusia. Mereka berhasil dihentikan oleh seorang sultan
yang berasal dari budak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar