Senin, 08 Mei 2017

Khawarij Yang Cinta Damai

Tepat di mulut teluk Persia, sebelah tenggara dari gurun Rub’ al Khali, berdirilah sebuah negeri independen yang dikenal paling toleran dan paling damai di semenanjung Arabia, Kesultanan Oman. Di sini, mereka yang menganut agama non-Islam mendapatkan jaminan dari otoritas untuk menjalankan praktik keagamaannya tanpa diskriminasi apapun. Komunitas Hindu, Kristen Katolik, Koptik dan Protestan hidup rukun dan damai dengan mayoritas Islam. Kondisi ini mungkin terjadi oleh karena cara pandang orang Omani terhadap Islam yang mereka yakini.



Mayoritas penduduk Oman menganut Islam, tetapi bukan Sunni, bukan pula Syiah. Mereka adalah penganut Ibadi, sebuah aliran Islam yang asal-usulnya dikenal dalam dunia Islam sebagai kelompok Khawarij. Tidak banyak orang yang tahu tentang aliran ini, tidak pula di kalangan umat Islam sendiri. Yang jelas, selama berabad-abad eksistensi mereka nyata, tidak hanya di Kesultanan Oman sebagai penampung terbesar komunitas Ibadi, tetapi juga di sebagain Afrika Utara, Zanzibar, dan Tanzania.

Dalam sejarah Islam, Khawarij dikenal sebagai kelompok garis keras yang telah muncul pada era khalifah rasyidun ketiga, Utsman bin Affan. Mereka kemudian mendukung Ali hingga pada akhirnya menyatakan ketidaksepakatannya terhadap keputusan Khalifah Ali yang menerima arbitrase dalam Perang Shiffin dengan Muawiyah bin Abu Sufyan perihal sengketa kekhalifahan pada 37 H. Kelompok khawarij pada mulanya mendukung Kekhalifahan Ali, akan tetapi setelah arbitrase mereka memandang Ali telah murtad, karena dianggap telah berhukum selain dari hukum Allah.  Mereka lantas mengkafirkan Ali dan membunuhnya. Mereka juga hendak membunuh Muawiyah namun tidak memperoleh kesempatan.

Secara umum teologi Khawarij memandang pendosa besar telah kafir dan harus dibunuh. Bahkan mereka memandang seorang muslim yang tidak mau membunuh muslim lain yang dianggap kafir telah jatuh pada kekafiran pula. Bagi mereka seorang khalifah yang dianggap menyimpang dari syariat wajib diturunkan, bila perlu dipaksa dan dibunuh. Setiap muslim harus berhijrah dan bergabung ke kelompoknya, jika tidak, maka wajib untuk diperangi. Tentu saja kelompok Khawarij sudah tidak lagi eksis saat ini, Ibadi bisa dikatakan sebagai satu-satunya yang tersisa. Namun menarik untuk mengetahui bagaimana kelompok ini kemudian bertransformasi dan menganut teologi yang begitu toleran dan damai, jauh dari kesan Khawarij yang pernah dikenal dalam sejarah Islam?

Ternyata sejak mulanya, sekte ini memang tidak pernah benar-benar sama seperti Khawarij pada umumnya. Mereka disebut sebagai bagian dari kelompok Khawarij hanya karena tidak mengakui otoritas Kekhalifahan Utsman. Akan tetapi mereka tidak pernah sampai mengkafirkan atau bahkan sampai menghalalkan darahnya. Pada era berkuasanya Dinasti Umawiyah, kelompok ini bahkan pernah ‘digunakan’ oleh khalifah untuk menangkis pemikiran kelompok Khawarij arus utama yang menganut teologi garis keras.

Barulah setelah kematian petinggi kelompoknya, Jabir Bin Zaid mereka kehilangan pengaruh di lingkaran kekuasaan. Petinggi mereka selanjutnya, Abdullah Ibn Ibadh al Tamimi yang kemudian namanya dinisbatkan kepada kelompok ini tidak mendukung sang khalifah, sehingga kelompok Ibadi mengalami diskriminasi. Mereka pun memutuskan untuk menjauhi Basrah, pusat kekuasaan Islam kala itu. Beberapa dari mereka kemudian hijrah ke Hadramaut, Yaman, Zanzibar, Tunisia, Aljazair, Libya, Mesir dan Khurasan. Tetapi mayoritas mereka hingga kini tinggal di Nizwa, salah satu wilayah yang saat ini dikenal sebagai Oman.

Muscat, Oman 
Sebagai konsekuensi logis dari teologi Ibadi yang toleran, kehidupan masyarakat di Oman sangat jauh dari huru-hara seperti yang terjadi di negeri-negeri Timur Tengah lainnya. Kedamaian memberikan stabilitas dan rasa aman, sehingga berbuah pada kemajuan dalam bidang ekonomi dan perdagangan. Musqat, sebagai ibukota kesultanan yang secara geografis berada di pinggir laut, merupakan salah satu pelabuhan multi-nasional yang penting di kawasan itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Recent Post