Senin, 08 Mei 2017

Last Day of The Sharif

Jeddah, Desember 1925 M.

Setelah jatuhnya Mekah ke tangan Ibn Saud, sudah tidak ada harapan bagi Ali bin Hussain untuk mempertahankan kekuasaan Wangsa Hasyim di tanah suci. Dalam waktu dekat, seluruh Hejaz akan bertekuk lutut di hadapan Saud bersama dengan para ikhwan-nya. Selama beberapa minggu, Ali telah memerintahkan pasukannya untuk memperkuat pertahanan di seputar kota dan menaruh beberapa ranjau, ia juga membeli lima buah pesawat dari Itali untuk memperkuat dua pesawat miliknya yang sudah tua, serta membeli beberapa tank dari Jerman. Ia telah meminta bantuan kepada kedua kakaknya, Raja Abdullah dari Transjordan dan Raja Faisal dari Iraq, namun suplai yang melewati daerah Aqaba bergerak sangat lambat karena takut dihadang oleh pasukan Ibn Saud.

Suku-suku di seluruh Hejaz telah bersumpah setia kepada Ibn Saud. Mereka memang sudah lama muak dengan rezim Hasyim yang hidup bergelimang harta, tapi membiarkan rakyatnya miskin dan kelaparan. Kejatuhan benteng terakhir Hasyim sudah semakin dekat pikir Ali, tidak ada yang bisa dipertahankan dari Jeddah, Ibn Saud akan menguasai seluruh Hejaz dan mungkin seluruh jazirah Arab tanpa terkecuali.

Wangsa Hasyim merupakan pemilik otoritas atas kota suci Mekah sejak hampir sepuluh abad lamanya. Sang pemimpin dikenal dengan sebutan Syarif Mekkah, yang bertugas melindungi kota suci dan memfasilitasi para jamaah haji yang datang dari seluruh negeri Muslim. Leluhur tertua klan ini ialah Hasyim Bin Abdul Manaf, kakek buyut dari Rasulullah SAW. Nasab dari klan ini berasal dari Hasan bin Ali, cucu dari Rasulullah.

Ali tidak pernah menyangka bahwa ia akan menjadi penguasa Hejaz terakhir yang berasal dari klan Hasyim. Padahal para leluhurnya selalu diberikan kehormatan oleh para penguasa Islam untuk mengelola kota suci Mekah. Sejarah mencatat, meskipun secara nominal Hejaz dikuasai oleh penguasa yang berbeda-beda silih berganti, dimulai dari Dinasti Fatimiyah, Ayubid, Mamluk, dan terakhir Ottoman, kunci Ka’bah tetap dipegang oleh keturunan klan Hasyim. Bahkan pada era Ottoman, mereka memperbesar wilayah otoritasnya ke utara hingga kota suci Madinah dan ke selatan hingga ke Asir.

Kekuasaan klan Hasyim tidak pernah mengalami perubahan yang demikian drastis hingga ayahnya, Syarif Hussein bin Ali memutuskan untuk mengambil manuver politik yang kelak akan disesali oleh keluarganya, serta menjadi bahan cemoohan dari seluruh kaum Muslim. Ayahnya merencanakan sebuah plot bekerjasama dengan Kantor Urusan Luar Negeri Inggris untuk mengadakan pemberontakan terhadap Kekhalifahan Ottoman.

Pada Perang Dunia I, Ottoman berada di pihak Jerman melawan kekuatan sekutu yang dimotori oleh Inggris. Inggris memang membutuhkan sekutu untuk melemahkan kontrol kekhalifahan di semenanjung Arab. Mereka mengutus T.E. Lawrence atau yang lebih dikenal sebagai Lawrence of Arabia untuk membantu Syarif Hussein melawan Ottoman. Mereka berhasil memukul mundur pasukan Turki hingga ke Levant. Syarif Hussein yang memiliki hasrat untuk menjadi Raja atas seluruh tanah Arab kemudian ternyata harus dikecewakan oleh Inggris yang diam-diam menyepakati perjanjian dengan Perancis yang meminta kontrol atas kawasan yang kini dikenal sebagai negara Syria dan Lebanon.

Ali of Hejaz
Ali menyadari kesalahan fatal lainnya yang dilakukan oleh sang ayah ialah memproklamirkan dirinya sendiri sebagai Khalifah bagi seluruh umat Islam pasca dibubarkannya Kekhalifahan Ottoman oleh gerakan Turki Muda di Istanbul. Suatu langkah yang kemudian dengan mudah dipakai oleh Ibnu Saud sebagai senjata melawan klan Hasyim, karena sang ayah dituduh telah mencuri gelar Khalifah. Kini tak ada lagi yang tersisa bagi bani Hasyim di Hejaz. Satu-satunya rencana yang akan dilaksanakan Ali ialah pergi meninggalkan Jeddah menuju Baghdad melewati laut merah.

Tepat pada 17 Desember 1925, Jeddah jatuh ke tangan Ibnu Saud yang kemudian mendeklarasikan dirinya sebagai Raja Hejaz. Ia lantas menyatukan negeri Hejaz dan Nejed dalam satu negara yang kita kenal sekarang sebagai Saudi Arabia.

Kekuasaan Klan Hasyim di Iraq hanya berlangsung sampai 1958 ketika kelompok nasionalis Iraq berhasil mengkudeta Raja Faisal II dari tahta dan menggantinya dengan Republik Iraq. Satu-satunya negeri yang masih dikuasai oleh klan Hasyim ialah Yordania dengan Raja Abdullah II sebagai penguasanya saat ini.

Hashimete Flag

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Recent Post