Rabu, 17 Mei 2017

Titik Balik - Spring Goliath


Pada suatu masa dunia Islam pernah berada pada titik nadir. Pada era dimana konflik internal merebak dan para penguasa saling berebut kuasa. Sementara kekuatan Eropa di Barat dan Mongol di timur seolah tengah bersatu, merangsek setapak demi setapak tanah kaum Muslimin, Pada era tersebut, Allah mengirimkan seorang pria yang dilahirkan dengan satu misi besar, yakni menghentikan laju ekspansi Bangsa Mongol, sekali dan untuk selamanya. Pria itu bernama Saifuddin Qutuz, ia adalah Sultan dari sebuah ordo militer para budak yang dikenal selama berabad-abad menjadi tameng pelindung Kekhalifahan Islam, Kesultanan Mamluk.

Sebelum berada pada posisinya saat ini, Qutuz juga sempat merasakan kehidupan sebagai seorang budak. Tentara Mongol mengambilnya saat mereka merebut Kesultanan Khawarizmi, membawanya mengarungi Syiria sebelum akhirnya seorang bernama Aybak yang berasal dari Kairo membelinya dan membawanya ke Mesir untuk dididik secara militer. Konon Qutuz merupakan keturunan langsung dari Sultan Alauddin Muhammad II, Sultan Negeri Khawarizmi.

Aybak sendiri diketahui merupakan Sultan Mamluk pertama, ia juga mewarisi darah bangsa Turki sebagaimana Qutuz. Faktanya, hampir seluruh tentara Mamluk berasal dari Suku Turki Oghuz yang pada abad 11 M berhasil merebut daratan Anatolia (saat ini negara Turki) dan mendirikan Kesultanan Seljuk Agung. Kekhalifahan Abbasiyah memanfaatkan Bangsa Turki yang dikenal sangat tangguh di medan perang saat mulai membentuk konsep tentara regulernya. Konsep tentara regular ini menggantikan konsep kesertaan terbuka bagi seluruh muslim untuk ikut berpartisipasi dalam perang saat khalifah menyerukan jihad seperti tradisi yang dilakukan selama ini.

Pada Bulan Februari 1258 M, Mongol berhasil merangsek Baghdad dan meleyapkan setiap yang bernyawa di pusat peradaban Islam tersebut, termasuk sang Khalifah, Al Musta’sim. Di bawah komando Hulagu Khan, Cucu dari Jenghis Khan, Baghdad tidak hanya dikuasai, tetapi juga diluluh-lantakkan. Hulagu memerintahkan untuk meleyapkan seluruh isi perpustakaan bersejarah, Baitul Hikmah yang menghimpun karya akumulatif dari para ilmuwan Islam yang dikerjakan selama abad-abad keemasan Islam.

Kini, Qutuz dan pasukan Mamluknya tengah berhadapan langsung dengan kekuatan musuh di Medan pertempuran. Di sebuah padang rumput sebelah utara kota Jerusalem, Ain Jalut, peristiwa bersejarah yang telah ditakdirkan Allah itu pun terjadi. Sebanyak 12 ribu detasemen Mongol dibantu oleh 500 tentara Sisilia Armenia dan Kontingen Lokal Kerajaan Georgia berada dalam komando salah satu jenderal paling bengis Mongol yang ikut menghancurkan Baghdad, Kitbuga. Hulagu Khan tidak menyertai pasukan ini dikarenakan ia harus kembali sementara ke pusat kekuasaan Mongolia untuk mengikuti pemilihan Khan Agung pasca wafatnya saudara kandungnya, Mongke Khan.

Ain Jalut, Palestina
Qutuz disertai 20 ribu mamluknya jauh lebih menguasai medan pertempuran, karena mereka tengah bertempur tepat di tanah kaum Muslimin. Hal ini menjadi faktor kunci yang mengantarkan kemenangan bagi umat Islam. Dua pasukan bertempur selama berjam-jam, Jenderal Mamluk, Baibar menggunakan taktik hit-and-run untuk memprovokasi pasukan Mongol, sementara ia tetap membiarkan sejumlah pasukannya tetap utuh di balik bukit. Ketika Kitbuga melihat pasukan Mamluk melarikan diri ke arah perbukitan, ia melakukan kesalahan dengan mengerahkan seluruh pasukannya, sementara di sana kavaleri Mamluk telah menunggu untuk mengepung Mongol dari segala penjuru.

Lokasi pertempuran pasukan Mamluk-Mongol

Hari itu, 3 September 1260, bertepatan dengan bulan Ramadhan, Sultan Saifuddin Qutuz berhasil memukul mundur invasi terbesar dalam sejarah umat manusia. Ia berhasil mematahkan mitos invisibilitas Mongol yang dikenal selalu menang dalam tiap peperangan. Bencana serangan Mongol dipandang oleh umat Islam kala itu sebagai perwujudan dari hadist Rasulullah SAW tentang Yajuz dan Majuz yang dikenal dalam eskatologi apokaliptik dalam Islam. Sejak pertempuran Ain Jalut, Mongol tidak pernah melanjutkan penaklukkan mereka terhadap negeri-negeri Islam lain yang tersisa, seperti Jazirah Arab, Mesir, Afrika Utara, dan Andalusia. Mereka berhasil dihentikan oleh seorang sultan yang berasal dari budak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Recent Post